Orang Miskin Dilarang Untuk Sakit

Orang Miskin Dilarang Untuk Sakit kesan dan pernyataan ini real dirasakan atau dapat dilihat dengan jelas akhir-akhir ini adalah suatu bentuk diskriminasi berpihak untuk orang-orang atau kalangan tertentu. Belum lama ini penulis mendapatkan kabar dibeberapa station dan portal berita melalui televisi atau media Internet, judul yang Saya kutip dari berita tadi malam, karena keadaan tidak mampu kematian merenggut seseorang. Hal yang sedang heboh dibicarakan dan diberitakan diberbagai media masalah dan duka tengah dihadapi oleh pasangan Herman Hidayat, 25 tahun, dan Prefti, 23 tahun, warga Kramat Jaya RT 3 RW 12, Kelurahan Beji, Kecamatan Beji, Kota Depok.

Bayi Yang Malang

Ketika mereka harus meratapi ketidak mampuan mereka dalam hal ekonomi mereka kembali dihadapkan kenyataan pahit dan bahkan lebih menyakitkan yaitu kehilangan putri pertamanya, Zara Naven, yang berumur tiga bulan karena kekurangan biaya operasi pada Selasa, 19 Februari 2013. Biaya 200 Jt disini adalah problem dan juga respon rumah sakit yang tampaknya lebih memprioritaskan nominal itu masuk terlebih dahulu agar proses operasi dapat dilakukan. "Biaya operasinya Rp 200 juta. Saya tidak ada uang untuk menutupi kekurangan," ujar Prefti dirumahnya, Rabu 20 Februari 2013. Sebab dari tidak bisa menutupi total biaya yang melejit sampai Rp 200 Jt melebihi dana plafon Jamkesda, dimana setiap peserta dijamin biaya perawatannya Rp 100 Jt itu akibatnya berakhir menjadi duka.

Kasus serupa dialami oleh bayi bernama Dera, sebelum kasus Zara dipublis mengabarkan kasus yang sama dalam kasusnya meninggal karena tidak punya dana, akan tetapi dikabarkan ditolak oleh pihak Kementerian Kesehatan. Bedasarkan UU yang berlaku ditegaskan, "Tidak ada sama sekali. Di dalam UU Rumah Sakit kan sudah dikatakan RS dilarang menolak pasien dalam keadaan gawat darurat atas dasar biaya, Jadi harus diterima, tidak boleh ada pertimbangan uang," ujar Menkes Nafsiah Mboi di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta, Selasa (19/2/2013).

Dari UU itu sudah sewajarnya masyarakat miskin harus tetap mendapatkan kelayakan perawatan seperti apapun situasi dan kondisinya toh peraturannya sudah ada, namun kenyataannya tidak demikian. Inilah yang menjadi persoalan serius di Negara kita "peraturan dibuat untuk dilanggar dan menjadi biasa/ wajar". menjadi pertanyaan seharusnya, peraturan siapa, yang mana, dan seperti apa yang wajib ditegakkan? kasian, sudah miskin tapi Dilarang Untuk Sakit, sejatinya siapa diantara kita yang menghendaki sakit? Anda pasti setuju kalo jawabnya tidak ada manusia menginginkan sakit. Untuk mereka yang ditinggal pergi oleh anak atau sodara/i-nya semoga diberi ketabahan dan keikhlasan (sesungguhnya kita-pun yang masih hidup akan mendapatkan giliran, kapan, dimana dan dalam keadaan seperti apa kita manusia tidak akan pernah tau).


Berbagi Kreativitas Updated at: 23.40.00